Saturday, July 10, 2010

Resusitasi atau baca YASIN??

Pagi ini gue didatangi pasien laki2, dewasa muda  yang mengalami penurunan kesadaran karena keracunan obat (menurut keluarganya). Yang terlihat dari awal adalah prognosa pasien ini yang sudah dubia et malam (prognosa buruk), sesuai dengan feeling yang gue rasakan (semakin banyak berhadapan dengan banyak kasus, semakin terasah feeling kita).
Mencoba meAnamnesa keluarga dengan cepat dan memeriksa pasien dengan cepat, dapetlah kesimpulan diagnosa sementara : decrease of counsiousness ec s.intoksikasi obat dd cva haemoraghic ec Hypertensi crisis dd ec  rupture AVM ec hypertensi crisis.
Pasang IV line, oksigen, cateter, dan NGT. Pasien ini indikasi ICU, tp karena ga ada tempat kosong di ICU, so selain me KIE ibu pasien ttg kondisi anaknya, gue juga coba menawarkan untuk dirujuk ke rumah sakit Tanjung pandan. tapi keluarga pasien memilih untuk tidak dirujuk (gue pikir juga lebih baik tidak dirujuk karena banyak faktor. mulai dari prognosa nya yang sudah dubia et malam, askes pasien yang belom diurus; jatohnyakeluarga pasien harus bayar terlebih dahulu semuanya, walaupun nanti ganti. klo untuk rumah sakit beltim sich ga masalah cos obat2nya ditanggung semua. tp di tanjung? ga semua obat ditanggung pemda. sedangkan pasien ini butuh obat2an tersebut). Gue cuma menterapi supportif aja. Mulai dari bilas lambung, pemberian 1 ampul dexa, 1 ampul citicolin, 1 ampul piracetam, 1 ampul ranitidin. Tensi pasien ini tinggi sekali ditambah dengan takikardi sekali. Dalam pengawasan ketat di UGD dengan penatalaksanaan hipertensinya menggunakan clonidin, gue serahkan pengawasan ke perawat karena gue harus visit pasien ICU. didalam pikiran dan hati gue, memang kemungkinan akan meninggal pasien ini ga dalam waktu ga lebih dari 2jam.
Bener! 45 menit kemudian gue dipanggil karena pasien sudah napas 1-1. YUPP kondisinya dalam sakaratul maut (udah sering liat pasien yg sedang dicabut).
DILEMA....
 yup sering kali gue merasakan dilema saat berada dikondisi ini. Gue lakukan Resusitasi dengan CPR dll ataukah gue memberi kesempatan pada keluarga untuk membimbing pasien yg sedang sakaratul maut untuk "pergi" dengan tenang???
untuk kasus hari ini, gue memilih untuk tidak melakukan resusitasi dan memfasilitasi keluarga untuk membaca yasin disamping pasien. knp gue memilih itu? pertama karena, dengan fasilitas yang terbatas dan tidak adanya konsulen serta prognosis yang memang sudah jelek, percuma saja dilakukan resusitasi, malah akan memberatkan pasien karena tidak "lancar kepergiannya".
Memang hampir 100% kasus yang mengharuskan dilakukan resusitasi dengan CPR semuanya meninggal. entar karena tidak adanya fasilitas yang memadai ataukah sumber daya manusia nya yang tidak hebat. berangkat dari persentase itu dan prognosis dari tiap kasus, muncullah keputusan untuk lebih memilih memfasilitasi keluarga untuk "membimbing" dibandingkan dengan melakukan resusitasi (dgn CPR).

No comments:

Post a Comment